Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Kisah Pertarungan Keris Sabuk Inten dan Keris Condong Campur

gambar keris sabuk inten dan keris condong campur
Keris Sabuk Inten & Keris Condong Campur
Hartalangit.com – Keris Kanjeng Kyai Condong Campur adalah salah satu pusaka Kerajaan Majapahit yang sangat legendaris dan banyak disebut dalam berbagai cerita rakyat.

Keris Codong Campur adalah dhapur Keris lurus dengan ukuran panjang bilah sedang. Ricikan pada Keris ini antara lain: kembang kacang, jalen, lambe gajah, dua sogokan yang menyatu sampai ujung bilah, tikel alis, greneng dan gusen.

“Condong” artinya miring / mengarah ke suatu titik yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan “Campur “ bisa di artikan menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur memiliki makna sebuah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.

Keris Kanjeng Kyai Condong Campur memang sangat fenomenal dan misterius. Ada sebagian orang yang meyakini bahwa Keris sakti tersebut benar-benar ada, namun ada juga yang menganggapnya hanya sebagai sanepo atau perlambang saja.


Beragam versi Babad Tanah Jawa telah mengungkapkan makna simbolik Keris Condong Campur namun penjelasan-penjelasan yang ada seakan tidak pernah memuaskan semua kalangan sehingga membuat kisah-kisah legenda tentang Keris Kyai Condong Campur terus bergulir dari zaman ke zaman dalam selubung misteri antara mitos dan kebenaran.

Sebetulnya semua nama dhapur Keris memiliki makna tersirat yang berisi nilai-nilai luhur tentang kehidupan. Keris adalah salah satu media yang digunakan oleh para leluhur terdahulu untuk menyampaikan wejangan atau nasehat secara tersirat.

Termasuk juga dengan Keris Condong Campur yang sebetulnya hanyalah sanggit atau sanepo dari suatu keadaan yang terjadi pada zaman Kerajaan Majapahit, yaitu keinginan untuk menyatukan masyarakat Majapahit dalam keragaman budaya dan kepercayaan.

Keris Kyai Condong Campur merupakan perlambang (sanepo) dari keinginan Sunan Kalijaga untuk menyatukan perbedaan. Wujud persatuan itu adalah tata cara agama Islam yang disesuaikan dengan tata laku orang Jawa. Jadi, Islam diterapkan bukan sebagai Islam Arab, akan tetapi lebih condong sebagai Islam Jawa.

Peristiwa dari adanya penyatuan, pembauran atau perpaduan budaya (akulturasi) itulah sebetulnya yang menjadi makna dari Keris Condong Campur.

Jadi sebetulnya Keris Condong Campur hanyalah sanepo halus (eufemisme) atau perumpamaan yang dikemas dalam sebuah cerita / dongeng / babad untuk mencatat kiprah para leluhur di tanah Jawa. Inilah bentuk kewaskitaan dan keluhuran budi para pujangga zaman dulu dalam menerangkan hal-hal yang ketika itu masih sangat peka (sensitif).


Keris Kyai Condong Campur diciptakan pada masa-masa akhir Kerajaan Majapahit. Pada waktu itu banyak sekali perbedaan (heterogenitas) yang terjadi ditengah masyarakat Majapahit.

Perbedaan-berbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat, baik dari aspek agama, budaya, kasta dan aspek-aspek lainnya. Paling tidak ada 2 golongan yang memiliki perbedaan pandangan sangat tajam pada masa itu.

Golongan pertama adalah golongan pemilik modal, pedagang dan pejabat. Sedangkan golongan kedua yaitu golongan masyarakat bawah yang kecewa dengan kondisi yang mereka alami dari mulai keterpurukan nasib, tekanan hidup dan penindasan.

Dalam dunia perkerisan, golongan pertama disimbolkan dengan dhapur Keris Sabuk Inten. “Sabuk” berarti ikat pinggang dan “Inten” berarti intan atau permata. Dengan demikian, Sabuk Inten memvisualisasikan golongan pemilik modal yang bergelimang harta benda.


Sedangkan golongan kedua, yaitu masyarakat kelas bawah yang kecewa dan marah pada kondisi yang terjadi pada masa itu disimbolkan dengan Keris dhapur Sengkelat yang merupakan singkatan dari “sengkel atine / sengkeling ati”. Dalam bahasa Jawa, sengkel atine artinya jengkel hatinya.

Kesenjangan yang terjadi di masyarakat Majapahit tersebut kemudian di upayakan agar terjalin persatuan dan pembauran (Condong Campur) antar golongan. Tetapi yang kemudian terjadi hanyalah pembauran semu di permukaan saja, padahal sesungguhnya tidak terjadi pembauran dalam kehidupan masyarakat.

Ketidakberhasilan upaya pembauran tersebut sesungguhnya disebabkan oleh ketidak inginan para pemilik modal untuk melakukan pembauran sebab ada kekhawatiran bahwa hal itu akan mengganggu kepentingan mereka.

Konon Keris Kyai Condong Campur dibuat oleh seratus orang Mpu menggunakan bahan logam yang di ambil dari berbagai tempat sehingga terciptalah sebuah Keris pusaka yang sangat ampuh tetapi memiliki watak yang jahat.


Dalam dunia perkerisan ada kisah legenda yang menceritakan pertarungan antara beberapa Keris. Keris Sabuk Inten yang merasa terancam dengan adanya Keris Condong Campur pada akhirnya memerangi Keris Condong Campur.

Dalam pertikaian tersebut Keris Sabuk Inten mengalami kekalahan, sedangkan Keris Sengkelat yang juga merasa sangat tertekan oleh kondisi yang terjadi pada akhirnya juga memerangi Keris Condong Campur hingga akhirnya Keris Condong Campur kalah dan melesat ke angkasa menjadi Lintang Kemukus (komet / bintang berekor).

Keris Condong Campur mengancam akan kembali ke bumi setiap 500 tahun untuk membuat huru-hara atau dalam bahasa Jawa disebut ontran-ontran.

Cerita tersebut bukan merupakan cerita pertarungan Keris yang sesungguhnya, akan tetapi menceritakan pertikaian antara dua kaum atau kelompok masyarakat kalangan atas dan kalangan bawah pada masa itu.

Dalam kenyataannya masyarakat Majapahit tetap menunjukkan perpecahan, baik di masyarakat maupun di dalam istana. Kondisi tersebut menyebabkan Kerajaan Majapahit menjadi lemah dan akhirnya tunduk pada Kerajaan Demak yang baru didirikan oleh Trah Majapahit itu sendiri.


Demikian sedikit informasi tentang kisah pertarungan Keris Sabuk Inten dan Keris Condong Campur yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Keris pusaka dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Kisah Pertarungan Keris Sabuk Inten dan Keris Condong Campur"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: