Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Filosofi dan Tuah Perkutut Katuranggan Satrio Wirang Ekor 16

gambar perkutut satrio wirang ekor 16
Perkutut Satrio Wirang Ekor 16
Hartalangit.com - Ada banyak sekali jenis katuranggan Perkutut lokal yang masing-masing dipercaya memiliki makna dan tuah tertentu yang dapat membawa pengaruh pada kehidupan atau karakter pemiliknya.

Masing-masing katuranggan atau ciri mathi Perkutut memiliki ciri-ciri tertentu, baik dari segi fisik maupun perilakunya yang berbeda dari burung Perkutut pada umumnya.

Pada artikel kali ini saya akan membahas tentang Perkutut katuranggan Satrio Wirang, yaitu burung Perkutut yang memiliki ciri khusus pada bulu ekornya berjumlah 16 helai.

Pada umumnya jumlah bulu ekor burung Perkutut adalah 14 helai (lumrahe), dan jika ada burung Perkutut yang jumlah bulu ekornya lebih atau kurang dari 14 helai, maka Perkutut tersebut di anggap memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh Perkutut pada umumnya.

Katuranggan Satrio Wirang masih ada kaitannya dengan kisah Pandawa Lima / Pendowo Limo seperti halnya katuranggan Pendowo Mijil (ekor 15) dan Satrio Pemanah (ekor 13).

Jika katuranggan Satrio Pemanah (ekor 13) menggambarkan tentang sosok kesatria ke-3 atau penengah Pandawa, yaitu Raden Arjuno yang memiliki keahlian memanah, maka katuranggan Satrio Wirang menggambarkan sosok Basukarno saudara Arjuno yang di sini digambarkan sebagai kesatria ke-6 yang tidak termasuk bagian dari Pandawa.

Arjuno / Janoko adalah anak dari Kunti Nalibronto dengan Raja Astina Pandu Dewonoto. Sedangkan Basukarno / Karno adalah anak dari Kunti Nalibronto dengan seorang Dewa bernama Bethoro Suryo (Dewa Matahari).

Jauh sebelum Kunti Nalibronto bersuami, dia pernah bermain-main dengan Aji Pameling (sebuah kesaktian yang mampu mendatangkan siapapun yang dikehendaki), sehingga datanglah Bethoro Suryo.

Ketika melihat kecantikan dan kemolekan tubuh Kunti, maka Bethoro Suryo jatuh hati dan akhirnya Kunti mengandung seorang bayi yang di lahirkan dari telinganya. Kemudian anak itu diberi nama "KARNO" yang artinya telinga.

Sebagai seorang putri Raja besar, Kunti merasa malu karena melahirkan seorang anak sedangkan dia belum bersuami. Akhirnya anak itu di larung ke sungai Gangga. Bayi Karno kemudian ditemukan dan dirawat oleh seorang kusir kerajaan bernama Adiroto.

Karno tumbuh menjadi seorang ksatria yang tangguh dan memiliki keahlian dalam memanah, dia-pun muncul pada waktu pendadaran siswa di Padepokan Sukolimo dan ternyata kemampuan Karno dalam memanah bisa menyamai kemampuan Arjuno. Tapi sayangnya Karno tidak bisa ikut berlatih di Padepokan Sukolimo (Padepokan Resi Durno) karena dia bukan keturunan bangsawan.

Karno-pun di usir dari ajang pendadaran siswa Padepokan Sukolimo karena bukan keturunan bangsawan. "Kamu hanya anak seorang kusir" kata Arjuno. Karno merasa malu (wirang) dan menjadi rendah diri kemudian pergi.


Kabar bahwa Karno adalah satu-satunya Satria yang mampu menandingi kecepatan panah Arjuno terdengar sampai ke telinga Prabu Duryudono Raja Astina. Kemudian Karno-pun dicari oleh Prabu Duryudono dan di angkat menjadi Adipati di Awangga, sebuah Kadipaten di bawah kekuasaan Astina, dan akhirnya Karno bisa berlatih di Padepokan Sukolimo.

Arjuno dan Karno adalah saudara kandung satu ibu tapi lain ayah. Keduanya sama-sama sakti, sama-sama ahli panah, sama-sama memiliki senjata sakti dari Dewa dan nantinya akan bertempur pada perang Baratayuda. Sebagai seorang ibu, Kunti Nalibronto hanya bisa meneteskan air mata melihat kedua putranya itu akan saling bertempur.

Sebelum pertempuran Baratayuda dimulai, kedua kesatria ini pernah di pertemukan oleh Ibunya. Kunti yang lembut dan bijaksana sampai rela bersimpuh di kaki Karno untuk meminta ampun atas penderitaan Karno karena telah dibuangnya dan memohon agar Karno mau bergabung dengan saudaranya di Pandawa atau Amarta karena Kunti tau jika pertempuran Baratayuda benar-benar terjadi, maka hanya Karno-lah yang mampu menghadapi Arjuno, itu artinya kedua putranya itu akan saling berhadapan di arena peperangan.

Tapi dengan sikap yang arif dan penuh hormat, Karno memohon maaf pada ibunya karena tidak bisa memenuhi permintaannya untuk bergabung dengan Pandawa, karena Karno adalah seorang kesatria sejati yang pantang berkhianat demi keluarga bahkan ibunya sekalipun.

Sebagai seorang kesatria sejati, Karno tidak akan menghianati kepercayaan Prabu Duryudono yang telah mempercayainya dan mengangkat derajadnya dari hanya seorang anak seorang kusir, kini dia hidup penuh kemewahan dan kehormatan dengan menjadi Adipati Awangga.

Semua itu karena jasa Prabu Duryudono. Jadi apapun yang terjadi, Karno akan tetap setia pada Prabu Duryudono karena haya Prabu Duryudono yang mau memberikan kepercayaan sebesar itu kepada dirinya yang dulu selalu disepelekan karena dia hanya anak seorang kusir.

Dari cerita tersebut maka dapat di ambil sebuah pelajaran dari katuranggan Satrio Wirang, bahwa sebagai Manusia kita harus senantiasa bersikap kesatria seperti sifat Karno yang tidak pernah melupakan asal-usulnya dan tetap setia pada siapa yang telah memberi kepercayaan dan mengangkat derajadnya. Meskipun hatinya pedih karena harus berperang melawan saudaranya sendiri.


Makna filosofi Perkutut katuranggan Satrio Wirang:

Katuranggan Satrio Wirang melambangkan sifat ksatria sejati yang menjunjung tinggi harga diri dan tanggung jawab yang di pikulnya, selalu setia dan melaksanakan amanat yang dipercayakan kepadanya, tidak pandang bulu apalagi berkhianat walaupun demi keluarga atau golongannya sekalipun.

Sifat ksatria harus senantiasa di junjung tinggi, karena seorang kesatria sejati tidak akan mengkhianati sebuah kepercayaan, selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan dipundaknya seperti sifat Karno yang tidak pernah melupakan, apalagi mengkhianati orang yang telah memberi kepercayaan dan mengangkat derajatnya meskipun demi keluarganya sekalipun

Karno adalah contoh seorang ksatria sejati yang amanah dan punya rasa malu. Karno merupakan gambaran kepemimpinan yang ideal, karena seorang pemimpin yang diberikan kepercayaan dan tanggung jawab seharusnya memiliki rasa malu, yaitu malu kepada diri sendiri, malu kepada yang memberi amanat dan terutrama malu kepada TUHAN jika sampai tidak amanah.

Tuah Perkutut katuranggan Satrio Wirang:

Tuah utama Perkutut Katuranggan Satrio Wirang adalah untuk kejayaan, keberanian, ketegasan dan jiwa ksatria sesuai dengan namanya yang menggambarkan sifat Karno, yaitu melambangkan jati diri Manusia akan pertarungan terhadap dirinya untuk menemukan hakikat hidup yang sebenarnya dan untuk menuntun Manusia pada kehidupan yang lebih baik.


Demikian sedikit informasi tentang filosofi, tuah dan mitos Perkutut katuranggan Satrio Wirang ekor 16 yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Perkutut katuranggan, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Tonton juga videonya:

Video YouTube - Harta Langit Channel

Dukung Harta Langit Channel dengan cara like, subscribe, komen dan share video ini agar kami dapat terus berkarya untuk mengenalkan dan melestarikan warisan budaya leluhur kita.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Filosofi dan Tuah Perkutut Katuranggan Satrio Wirang Ekor 16"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: