Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Sejarah dan Asal-Usul Keris Kyai Brongot Setan Kober

gambar pertarungan arya penangsang dan danang sutawijaya
Ilustrasi
Hartalangit.com – Keris Kyai Brongot Setan Kober merupakan salah satu Keris pusaka yang sangat legendaris di Tanah Jawa karena ada kisah heroik tentang Keris ini yang menjadi cerita rakyat.

Menurut sejarah Keris Kyai Setan Kober dibuat oleh Mpu Supo Mandrangi (Pangeran Sedayu) yang merupakan seorang Mpu Keris paling terkenal pada jaman Kerajaan Majapahit.

Dalam riwayatnya diceritakan bahwa Mpu Supo Mandrangi memeluk Agama Islam lalu berguru kepada Sunan Ampel dan tetap berprofesi sebagai pembuat Keris.

Mpu Supo Mandrangi adalah seorang Mpu handal yang berhasil menciptakan Keris-Keris terkenal seperti Keris Kyai Sengkelat, Keris Kyai Nogososro dan Keris Kyai Brongot Setan Kober yang dibuat pada awal-awal berdirinya Kerajaan Islam Demak Bintoro.

Pada perjalanannya Keris Kyai Brongot Setan Kober kemudian diserahkan kepada Syekh Jafar Soddiq (Sunan Kudus) dan selanjutnya diberikan kepada Arya Penangsang yang saat itu menjadi Adipati Jipang Panolan.

Keris Kyai Brongot Setan Kober terkenal sangat ampuh tetapi memiliki aura panas sehingga dapat mempengaruhi sifat pemiliknya menjadi brangasan, seperti halnya Arya Penangsang yang memiliki sifat brangasan dan mudah tersulut emosinya karena terpengaruh dari perbawa Keris Kyai Brongot Setan Kober yang menjadi piandelnya.

Keris sakti inilah yang digunakan oleh Arya Penangsang ketika bertarung dengan Danang Sutawijaya (Senopati) dalam peperangan melawan Kerajaan Pajang.


Arya Penangsang adalah seorang ksatria yang gagah berani dan sakti mandraguna, ditambah lagi dia juga memiliki Keris Kyai Brongot Setan Kober yang sangat ampuh sehingga sulit untuk dikalahkan. Oleh karena itulah Sultan Hadiwijaya menyiapkan strategi khusus untuk menumpas pemberontakan Arya Penangsang.

Danang Sutawijaya adalah anak angkat Sultan Hadiwijaya dan bahkan dipersaudarakan dengan anak kandungnya sendiri Pangeran Benawa sebagai kakak adik. Meskipun bukan saudara kandung tapi keduanya mendapatkan perlakuan yang sama.

Danang Sutawijaya sendiri adalah anak dari Ki Ageng Pemanahan yang setia mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya hingga mendapatkan posisi sebagai Lurah Wiratamtama.

Awalnya Ki Ageng Pemanahan tinggal disebuah kampung bernama Gremet, Manahan (Surakarta). Kemudian keluarga Pemanahan tinggal disebelah utara pasar dalam kawasan kedaton Pajang. Oleh karena itulah kemudian Danang Sutawijaya juga dijuluki sebagai Raden Ngabehi Loring Pasar karena tinggal disebelah utara pasar tersebut.

Nama Danang Sutawijaya menjadi terkenal setelah berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang saat itu berniat melakukan pemberontakan untuk merebut kekuasaan karena dia merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan.


Sebetulnya Sultan Hadiwijaya merasa enggan untuk berperang dengan Arya Penangsang karena masih sama-sama mewarisi trah dari Demak, apalagi untuk bertarung secara langsung.

Atas dasar itulah kemudian Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara berhadiah yang isinya: “Bagi siapa saja yang dapat mengalahkan dan menumpas pemberontakan Arya Penangsang akan diberikan imbalan berupa tanah perdikan di bumi Metaram (Yogyakarta) dan bumi Pati.

Tapi sampai batas waktu yang ditentukan ternyata tidak ada yang mendaftar untuk mengikuti sayembara tersebut karena hampir semua orang segan dan takut dengan Arya Penangsang yang terkenal sakti mandraguna.

Rekam jejak Arya Penangsang yang tega membunuh Sunan Prawata dan Raden Hadlirin (suami dari Ratu Kalinyamat) merupakan bukti keganasan Arya Penangsang, maka tidak heran jika tidak ada yang berminat untuk mengikuti sayembara tersebut.

Akhirnya Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi ditunjuk untuk menyusun strategi agar bisa menumpas pemberontakan Arya Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan meminta ijin untuk melibatkan putranya Danang Sutawijaya masuk dalam skenario peperangan melawan Jipang Panolan dengan alasan agar dia tumbuh menjadi pemuda yang pemberani.

Tapi karena hal itu sangat berisiko untuk putra kesayangannya sekalipun hanya anak angkat maka Sultan Hadiwijaya-pun menolaknya. Namun berkat bujukan yang terus dilakukan oleh Ki Ageng Pemanahan akhirnya Sultan Hadiwijaya menyetujuinya.


Pada hari yang telah ditentukan, kedua belah pihak yaitu kubu Pajang yang diwakili oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi dan Danang Sutawijaya dan kubu Jipang Panolan yang dipimpin langsung oleh Arya Penangsang sepakat untuk melakukan perang tanding (aprang tandhing) dipinggir Bengawan Sore (Bengawan Solo).

Pada saat itu sungai Bengawan Sore dalam keadaan surut karena bertepatan dengan musim kemarau. Hanya ada sedikit air dengan arus sungai yang kecil sehingga bisa dilewati dengan mudah untuk menyeberang.

Waktu yang ditentukan-pun tiba, genderang Tambur dan Bende dibunyikan bertalu-talu sebagai tanda akan dimulainya peperangan.

Di kubu Pajang Danang Sutawijaya telah bersiap di atas kuda tunggangannya dengan membawa Tombak Kyai Pleret, sementara Arya Penangsang di kubu Jipang Panolan juga telah bersiap di atas kuda tunggangannya yang bernama Gagak Rimang dengan Keris Kyai Brongot Setan Kober Terselip dipinggangnya.

Posisi Arya Penangsang berada di timur sungai dari arah kota praja Jipang Panolan (Bojonegoro - Blora), sedangkan pasukan Pajang berada disebelah barat sungai dari arah Pajang.


Arya Penangsang memimpin pasukannya dengan menunggang kuda jantan Gagak Rimang yang sangat gagah dan bringas. Raut mukanya terlihat garang dan bengis seolah menyiratkan pesan bahwa dia siap membabat habis semua musuh-musuhnya.

Sementara itu, Ki Pemanahan dan Ki Penjawi justru menggunakan strategi bahwa bukan mereka berdua yang akan berhadapan dengan Arya Penangsang melainkan Danang Sutawijaya yang saat itu masih sangat muda dan belum berpengalaman.

Hal itu adalah bagian dari strategi yang sedang dijalankan oleh pihak Pajang untuk mengganggu psikologis Arya Penangsang karena lawan yang dihadapai tidak sepadan. Jika dilihat dari segi usia dan pengalaman jelas Danang Sutawijaya kalah jauh jika dibandingkan Arya Penangsang.

Tapi meskipun masih sangat muda, Danang Sutawijaya (Senopati ing alogo) bukanlah pemuda biasa. Dia memiliki keberanian dan jiwa kepemimpinan yang kuat serta ilmu kanuragan yang mumpuni.

Kuda yang ditunggangi Danang Sutawijaya sengaja dipilih yang berjenis kelamin betina, hal itu juga merupakan bagian dari strategi yang telah dipersiapkan dengan matang oleh Ki Pemanahan dan Ki Penjawi.

Pada saat tambur perang dimulai, kuda yang ditunggangi Arya Penangsang dan Danang Sutawijaya langsung berlari kencang menuju arena peperangan.

Ketika melihat kuda betina yang ditunggangi Danang Sutawijaya, Gagak Rimang yang merupakan kuda jantan menjadi birahi dan tidak terkendali. Gagak Rimang terus terus meringkik dan berlari mengejar kuda betina tunggangan Danang Sutawijaya.

Arya Penangsang berusaha untuk mengendalikan tali kekang Gagak Rimang namun tidak dihiraukan. Hal itu membuat Arya Penangsang menjadi tidak konsentrasi dan kewalahan mengendalikan kudanya.

Danang Sutawijaya yang merasa strateginya berhasil terus mempermainkan Gagak Rimang dengan menarik tali kekang kuda betinanya untuk bergerak meliuk-liuk dan berputar-putar ke segala arah.

Birahi Gagak Rimang semakin memuncak dan semakin tidak terkendali sehingga membuat Arya Penangsang tidak fokus dengan pertarungannya karena sibuk mengendalikan kudanya.

Pada saat Arya Penangsang lengah maka dengan ketrampilannya Danang Sutawijaya berhasil menghujamkan Tombak Kyai Pleret tepat di perut Arya Penangsang.

Akhirnya Sang Adipati yang gagah perkasa itu jatuh tersungkur ke tanah dengan luka parah diperutnya, bahkan sampai ususnya terburai keluar. Tapi meskipun sudah terluka parah, Arya Penangsang masih mampu berdiri dengan sempurna.

Kemudian Arya Penangsang melilitkan ususnya yang terburai pada gagang Keris Kyai Setan Kober yang terselip dipinggangnya dan kembali melanjutkan pertarungannya dengan Danang Sutawijaya.


Bagaikan banteng ketaton Arya Penangsang terus menyerang Danang Sutawijaya hingga membuat pemuda itu keteter.

Namun saat Arya Penangsang mencabut Keris andalannya untuk menghabisi Danang Sutawijaya yang sudah tidak berdaya, tanpa disadari ususnya yang dililitkan pada gagang Keris tersebut justru terpotong dan membuat Arya Penangsang tewas oleh Kerisnya sendiri.

Dari kisah itulah kemudian di abadikan menjadi tradisi menghiasi Keris dengan roncean bunga melati untuk mengenang gugurnya Arya Penangsang.

Tapi sayangnya sampai saat ini keberadaan Keris Kyai Brongot Setan Kober yang asli milik Arya Penangsang tidak diketahui, sama seperti halnya Keris pusaka Mpu Gandring yang seolah lenyap tanpa jejak.

Bentuk dan ricikan Keris Kyai Brongot Setan Kober yang asli juga tidak diketahui seperti apa. Mungkin karena Keris ini telah memakan banyak korban orang-orang penting pada masa itu sehingga para Mpu tidak membuat Keris dhapur Setan Kober dengan bentuk dan ricikan yang sama dengan Keris Kyai Brongot Setan Kober asli karena dikuatirkan akan membawa malapetaka bagi pemiliknya, sebab Keris Kyai Brongot Setan Kober di anggap sebagai Keris yang haus darah.

Keris dhapur Setan Kober yang ada saat ini sebetulnya bukan merupakan turunan (putran) dari Keris Kyai Brongot Setan Kober yang asli milik Arya Penangsang dengan bentuk dan ricikan yang sama, tetapi Keris dengan bentuk dan ricikan berbeda dan hanya namanya saja yang sama.


Demikian sedikit informasi tentang sejarah dan asal-usul Keris Kyai Brongot Setan Kober yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Keris pusaka dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Sejarah dan Asal-Usul Keris Kyai Brongot Setan Kober"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: