Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Filosofi dan Tuah Keris Nogo Sapto

gambar keris nogo sapto / naga sapta luk 7 sepuh
Keris Nogo Sapto
Hartalangit.com – Keris Nogo Sapto / Naga Sapta adalah salah satu Keris berdhapur Naga yang cukup terkenal dikalangan pecinta Tosan Aji. Keris ini berluk 7 dan dihiasi ornamen Naga disepanjang bilahnya. Namun bentuk ukiran Naganya agak berbeda dengan Keris dhapur Naga lainnya.

Bentuk ukiran Naga pada Keris Nogo Sapto terlihat mendominasi bilahnya dengan bagian perut Naga yang lebih besar dari bagian kepala dan ekornya sehingga terlihat seperti ular yang baru makan. Hal itu tentunya mamiliki makna filosofi tersendiri.

Naga merupakan salah satu hewan mitologi yang melegenda hampir di seluruh dunia. Sebagai makhluk mitologi wujud Naga seringkali digambarkan berbeda disetiap daerah termasuk Naga Jawa.

Kisah-kisah tentang Naga di Pulau Jawa pada umumnya berorientasi sebagai tuntunan (pedoman nilai-nilai luhur) dan tontonan (divisualkan secara indah).


Dalam rentang sejarahnya yang panjang konotasi atas kekuatan magis Naga demikian lekat dalam alam pikir masyarakat Jawa, maka tidak mengherankan apabila motif Naga sering hadir dalam sendi-sendi kehidupan masayarakat Jawa.

Sebagai contoh dalam bidang keagamaan, ornamen Naga banyak terdapat dibangunan-bangunan suci seperti Kuil, Candi, Pertirtaan dan lainnya.

Sedangkan dalam ikon-ikon politik, kata Naga seringkali hadir sebagai simbol kebesaran seorang Raja dan Kerajaannya, Pataka (panji-panji), Pusaka, Sengkalan dan lain-lain.

Bahkan dalam bidang kesenian, Naga juga sering menjadi sumber inspirasi penciptaan karya seni seperti sastra, seni tari, pewayangan, tata busana dan lain-lain.

Sedangkan Sapto artinya 7 sesuai jumlah luknya. Dalam filosofi Jawa, luk tujuh (7) disebut "pitu" yang dalam jarwo dosok bisa berarti "pitutur, piwulang dan pitulungan" yang artinya "ajaran yang baik, petunjuk dan pertolongan".

Angka tujuh (7) bagi penduduk Nusantara, terutama masyarakat Jawa merupakan angka keramat yang memiliki makna ketentraman, kebahagiaan, kewibawaan dan kesuksesan.

Oleh karena itulah banyak ritual adat Jawa yang berkaitan dengan angka 7 (pitu) seperti misalnya selamatan untuk wanita yang sedang mengandung dilakukan pada bulan ke-7 yang disebut mitoni / pitonan.

Dalam upacara kematian juga dilakukan peringatan pada hari ke-7 (pitung dinanan) dan masih banyak lagi ritual-ritual yang berkaitan dengan angka 7 (pitu).

Dalam tradisi masyarakat Jawa, angka 7 (pitu) di anggap sebagai simbol harapan agar senantiasa mendapatkan pertolongan (pitulungan ) dari TUHAN.


Keris Nogo Sapto luk 7 banyak dicari oleh para pemimpin dan para pejabat tinggi untuk dijadikan sebagai ageman atau piandel karena dipercaya memiliki tuah untuk kewibawaan, kekuasaan dan pengayoman.

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, konon seorang pemimpin tidak akan dapat bertahan lama menduduki singgasana kekuasaannya tanpa didukung dengan ageman / piandel berupa pusaka-pusaka sakti.

Salah satu pusaka yang dipercaya memiliki tuah ampuh untuk menopang dan melanggengkan kekuasaan adalah Keris Nogo Sapto luk 7.

Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa, hal ini di anggap lumrah dan sudah menjadi kepercayaan turun temurun dari jaman dahulu.

Bahkan sampai saat ini masih banyak yang meyakini bahwa seorang pemimpin harus memiliki pusaka untuk memangku kekuasaanya agar tidak cepat runtuh dan memiliki wibawa yang besar dimata rakyatnya atau orang-orang yang dipimpinnya.


Ini bukan hanya cerita tentang para Raja dan Sultan di masa lalu saja, karena pada kenyatannya para pemimpin dan para pejabat tinggi Negeri ini sampai sekarang masih banyak yang memiliki ageman berupa benda-benda pusaka karena mereka percaya dengan memiliki pusaka sebagai piandel maka apa yang menjadi tujuannya akan lebih mudah dicapai.

Tapi jika melihat dari fakta sejarah, memang pada kenyataannya sampai saat ini hanya orang-orang keturunan Jawa saja yang dapat memimpin Negeri ini dalam waktu yang lama, dan rata-rata dari mereka pasti memiliki Keris atau benda pusaka lainnya, entah hanya sebagai koleksi atau memang dijadikan sebagai ageman / piandel.

Selain Keris Nogo Sosro, Keris Nogo Sapto adalah salah satu Keris pusaka yang dipercaya memiliki tuah sakti untuk menopang kekuasaan dan meningkatkan kewibawaan seorang pemimpin.

Keris Nogo Sapto merupakan simbol kepemimpinan yang adil dan bijaksana, maknanya bahwa Naga yang merupakan simbol kekuasaan harus mampu mengayomi rakyatnya, bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya.

Hal itu disimbolkan dengan bentuk ornamen Naga dengan perut yang membesar untuk mengingatkan pemiliknya agar tidak hanya memilikirkan urusan perut (keduniawian) saja.

Seorang pemimpin yang adil dan mampu mengayoni rakyatnya pasti akan dihormati dan di muliakan oleh orang-orang yang dipimpinnya serta akan mendapat perlindungan dan pertolongan TUHAN.

Pada Keris Nogo Sapto seringkali juga terdapat butiran emas atau batu mulia yang menyumpal bagian mulutnya. Menurut kepercayaan sebagian orang hal itu dimaksudkan untuk meredam aura panas dari Keris tersebut.

Tapi sebetulnya hal itu merupakan simbol agar segala sesuatu yang keluar dari mulut seorang pemimpin hendaknya adalah sesuatu yang baik atau mulia, karena ucapan seorang Raja merupakan sabda. Dan sabda seorang pemimpin tidak boleh berubah-ubah (Sabdo Pandito Ratu Tan Keno Wola-Wali).

Masyarakat Jawa mengenal ungkapan yang berbunyi "Ajining Diri Soko Kedaling Lati" yang artinya kehormatan diri seseorang berasal dari ucapan atau kata-katanya.

Dengan demikian, kemulian seorang pemimpin tercermin dari kemampuannya untuk menyelaraskan antara perkataan dengan perbuatannya.


Demikian sedikit informasi tentang filosofi dan tuah (khasiat) Keris Nogo Sapto luk 7 yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Keris pusaka dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Filosofi dan Tuah Keris Nogo Sapto"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: