Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Legenda Ular Lembu Sungai Mahakam

gambar penampakan ular lembu sungai mahakam
Ilustrasi
Hartalangit.com – Bagi masyarakat Kalimantan, terutama yang tinggal disekitar sungai Mahakam tentunya sudah tidak asing dengan cerita legenda tentang Ular Lembu yang konon sampai saat ini masih sering menampakkan diri pada waktu-waktu tertentu.

Menurut cerita, Ular Lembu adalah sosok ular raksasa yang berukuran sangat besar dan berkepala mirip seperti lembu (sapi) yang bertanduk.

Konon saking besarnya, jika bagian kepala Ular Lembu ada di Kota Tenggarong maka ekornya bisa sampai di Kota Samarinda. Masyarakat lokal percaya bahwa Ualr raksasa tersebut merupakan sosok penjaga sungai Mahakam.

Sebagai wujud kepercayaan tentang adanya sosok Ular raksasa penjaga sungai Mahakam tersebut, masyarakat setempat mengadakan ritual peluncuran Naga Erau di Sungai Mahakam sebagai salah satu bagian dari rangkaian upacara adat Erau di Kota Tenggarong - Kabupaten Kutai Kartanegara.


Legenda tentang Ular Naga Erau bermula dari kisah seorang Petinggi Hulu Dusun dan istrinya yang tidak memiliki anak padahal usia mereka sudah lanjut.

Pada suatu hari mereka bertapa dan memohon kepada Dewa agar diberi keturunan. Setelah sepasang suami istri itu berdoa maka peristiwa aneh-pun terjadi, hujan lebat disertai petir tiba-tiba turun dan tidak berhenti selama 7 hari 7 malam.

Karena kehabisan persediaan kayu bakar maka Petinggi Hulu Dusun berniat membelah kayu kasau untuk dijadikan kayu bakar.

Paada saat itu dia menemukan seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kearahnya dengan tatapan mata memelas seakan-akan minta dikasihani dan dipelihara.

Dan pada saat ulat itu diambil, maka keajaiban alam-pun kembali terjadi. Hujan lebat disertai petir yang sudah berlangsung selama tujuh hari tujuh malam seketika itu reda dan langit menjadi cerah.


Ulat kecil itu kemudian dipelihara dan dirawat dengan baik oleh Petinggi Hulu Dusun dan isterinya. Seiring berjalannya waktu ulat kecil itu terus tumbuh menjadi besar dan ternyata ulat tersebut adalah seekor Naga.

Pada suatu malam Petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu dengan seorang wanita cantik yang memintanya untuk melepaskan Naga tersebut dan memintanya untuk mengikutinya.

Ketika bangun Petinggi Hulu Dusun dan istrinya melepaskan Ular Naga tersebut dan mengikutinya sampai ke tepi sungai.

Di sungai tersebut ternyata ada bayi perempuan didalam sebuah gong bersama dengan Lembuswana. Dan seketika itu juga Ular Naga Erau dan Lembuswana menghilang.

Bayi perempuan itu kemudian dirawat oleh Petinggi Hulu Dusun dan isterinya dan diberi nama Putri Karang Melenu yang nantinya akan menjadi istri Raja Kutai Kartanegara pertama yang bernama Aji Batara Agung Dewa Sakti yang juga merupakan pendiri Kerajaan Kutai Kartanegara.

Erau berasal dari bahasa lokal ethnis Kutai yang artinya ramai, riuh, hiruk pikuk atau suasana penuh suka cita dan bisa juga berarti pesta rakyat.

Festival Erau akan mencapai puncaknya pada hari terakhir dengan mengarak sepasang replika Naga menyusuri sungai dan akan dilepaskan di Kutai Lama yang konon merupakan sarang Naga.

Setelah sepasang Replika Naga tersebut dilepaskan maka orang-orang yang menghadiri acara tersebut akan berebut untuk mendapatkan sisik Naga karena dipercaya dapat membawa keberuntungan.
gambar replika naga erau
Replika Naga Erau

Menurut cerita, Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun.

Setelah Aji Batara Agung Dewa Sakti dewasa dan di nobatkan menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300 - 1325) juga di adakan upacara Erau. Dan sejak itulah Erau selalu di adakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.

Dalam perkembangannya, selain di adakan pada upacara penobatan Raja, Erau juga di adakan pada saat upacara pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang di anggap berjasa pada Kerajaan.

Pelaksanaan upacara Erau di prakarsai oleh kerabat Keraton dengan mengundang seluruh tokoh dan pemuka masyarakat. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah Kerajaan dengan membawa bahan makanan, ternak, hasil bumi dan juga kerajinan.

Dalam upacara Erau, Sultan dan kerabat Kerajaan akan memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan terbaik sebagai tanda terima kasih Sultan atas pengabdian rakyatnya.

Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara pada tahun 1960 dan menjadi daerah otonomi (Kabupaten Kutai), tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai acara pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi Kota Tenggarong yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara sejak tahun 1782.


Demikian sedikit informasi tentang cerita legenda Ular Lembu sungai Mahakam yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar dunia spiritual dan supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Legenda Ular Lembu Sungai Mahakam"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: