Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Advertisement

Filosofi Ricikan Keris Pudhak Setegal

gambar ricikan keris pudhak sategal
Ilustrasi Ricikan Keris Pudhak Sategal
Hartalangit.com - Pudhak Sategal merupakan salah satu ricikan yang terdapat pada sebilah Keris seperti halnya ricikan-ricikan lainnya yaitu: Gandhik, Sogokan, Tikel alis, Pijetan, Kembang kacang, dll. Tapi ricikan Pudhak Sategal jarang ada pada sebilah Keris.

Pembuatan setiap ricikan, selain memiliki tujuan fungsional juga memiliki makna filosofis. Empu Keris merupakan seniman sekaligus seorang spiritualis. Mereka memiliki kemampuan untuk memberikan tema universal yang menyangkut kehidupan sehari-hari Manusia pada setiap karyanya. Mereka menjadikan Keris sebagai media untuk introspeksi diri terhadap nilai-nilai humanis dan spiritual.


Bentuk ricikan Pudhak Sategal pada bilah Keris mirip bentuk daun pandan/pudhak yang terlihat menyembul dibagian kiri dan kanan pohon dengan bentuk meruncing ke atas.

Sebenarnya banyak pola yang serupa dengan daun pandan/pudhak yang meruncing ke atas, tapi daun pandan di anggap memiliki makna yang dalam tentang kehidupan karena memiliki banyak manfaat dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Filosofi Pandan/Pudhak:

Pandan atau pudhak merupakan tumbuhan yang familier dengan kehidupan orang Jawa sejak jaman dahulu. Daun pandan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pewarna makanan, penyedap masakan, obat, bahan tikar, sarana upacara, maupun sebagai bahan pememeliharaan batik.

Bunga dari pohon pandan dinamakan pudhak, tapi dibeberapa daerah daun pandan juga disebut pudhak. Pudhak merupakan bunga yang beraroma harum lembut (tidak menyengat) yang menebarkan aroma harum menjelang sore hari selama berhari-hari. Tumbuhan ini mudah hidup tanpa perawatan khusus dan banyak ditanam dipekarangan rumah, ladang maupun sebagai tanaman pagar.

Bagi para Empu jaman dulu, sifat dan manfaat dari pudhak sangat menarik untuk di abadikan pada karyanya. Mereka berusaha untuk menghayati peranan alam bagi Manusia atau sebaliknya. Mereka banyak belajar dan mengambil sesuatu dari alam sekitar sebagai bagian dari ajaran hidup yang bernuansa religi.

Simbolisasi pudhak sebagai ricikan Keris merupakan jalan menuju pengalaman spiritual yang menumbuhkan kesadaran hubungan Manusia dengan alam dan TUHAN.

Para Empu membuka kesadaran Manusia untuk selalu mengagumi alam, kemudian mengagumi SANG PENCIPTA. Mereka berusaha mengabadikan dasar-dasar religius alam semesta pada hasil karya teknologi dan budaya untuk meningkatkan kualitas spiritual.

Pohon pandan merupakan pohon perdu yang banyak tumbuh dan dijumpai dipekarangan rumah maupun dikebun. Sekalipun tampak tidak berguna, pohon ini memiliki banyak manfaat. Daunnya dapat digunakan sebagai tikar, perwarna alami dan menambah aroma pada makanan, bahkan bisa dijadikan sebagai obat.

Daun pandan merupakan pesan untuk mengingatkan apakah dalam kehidupan ini kita telah memberikan manfaat bagi sesama.

Ada piwulang Jawa yang mengatakan "urip iku kudu migunani tumraping liyan", yang artinya "hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain" karena sebaik-baiknya Manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.

Menjadi orang yang berguna bagi orang lain tidak harus selalu memberi sesuatu hal yang sifatnya materi (harta/uang). Tenaga, pengetahuan, nasehat, perbuatan baik dan perhatian merupakan bantuan moril yang dapat kita berikan selain materi.

Setiap saat kita harus dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain, asal kita ada keikhlasan hati untuk beramal (Rame ing gawe, sepi ing pamrih).

Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, sedikit kebaikan yang mampu kita berikan akan memberikan manfaat bagi orang lain. Karena dihadapan TUHAN, bantuan yang diberikan kepada orang lain tidak dilihat dari jumlahnya, karena bobot suatu amal tergantung dari usaha yang kita lakukan dan keikhlasan hati.

Memberi bukan berarti kehilangan kepemilikan, akan tetapi merupakan pengungkapan perhatian kita untuk mencintai kehidupan. Sehingga memberi dan berkorban merupakan ekspresi paling tinggi dari suatu kemampuan. Maka sekecil apapun kebaikan yang kita berikan dapat berarti besar bagi orang lain, berguna bagi sesama akan membuat hidup lebih bermakna.

Daun pandan tumbuh simetris dan seimbang mengelilingi batang pohonnya dan menjulang ke atas. Daun pandan memberikan gambaran mengenai keharmonisan atau keselarasan.

Pandangan orang Jawa mengenai keharmonisan atau keselarasan bagi sesama dan lingkungannya (alam) menjadi suatu hal yang penting. Pandangan ini bukanlah sesuatu pengertian yang abstrak, melainkan berfungsi sebagai sarana dalam usahanya menghadapi masalah kehidupan.

Para leeluhur orang Jawa menyadari betul, bahwa mereka merupakan bagian dan fungsi dari alam, sehingga bahasa alam merupakan rujukan dalam menjalani kehidupannya.


Dalam kehidupan ini, kita harus menciptakan ketentraman, ketenangan, dan keseimbangan batin pada diri kita sendiri maupun bagi sesamanya. Hal itu dapat terwujud dengan menciptakan kerukunan, saling menghormati dan menghindari konflik.

Dengan demikian, dalam kehidupan ini hendaknya kita selalu berusaha menjaga keselarasan sosial, bersikap menyesuaikan diri, sopan, mewujudkan kerja sama, serta menghormati dan menghargai orang lain. Hal itu memposisikan akal dan rasa dalam diri secara seimbang untuk mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan.

Makna Pudhak Sategal:

Pudhak Sategal artinya pandan satu ladang/kebun yang menggambarkan keharuman yang terus menerus tanpa henti (angambar-ambar gondo arum) dari ladang yang luas. Aroma harum semerbak daun pandan bisa memberikan rasa tenang, nyaman dan meningkatkan kesabaran serta keheningan dalam berfikir dan bertindak.

Keharuman yang memberikan rasa tenteram dan damai bagi yang menciumnya. Maknanya bahwa dalam hidup ini, hendaknya kita senantiasa menebarkan aroma harum, seperti harumnya bunga pudhak. Harumnya nama baik Manusia sepanjang masa dan selalu dikenang hanya dapat diwujudkan dengan perilaku nyata yang memberikan kebaikan terhadap sesama dan lingkungannya.

Untuk menebar aroma harum dalam kehidupan harus didasari "ulat manis kang mantesi, ruming wicoro kang mranani, sinembuh laku utomo".

Ulat manis kang mantesi artinya: bersikap ramah dan menyenangkan hati orang lain, menanggapi seseorang dilandasi dengan kebaikan hati.

Ruming wicoro kang mranani artinya: setiap pembicaraan disampaikan dengan cara yang halus, menarik dan menentramkan hati orang lain, bukan sebaliknya justru membuat suasana menjadi gundah.

Sinembuh laku utomo artinya: setiap perbuatan dilandasi dengan keikhlasan dan perilaku yang baik (laku utama). Dengan demikian, diharapkan dapat membuat orang menebarkan keharuman (kebaikan) hidupnya bagi orang lain.

Pudhak Sategal merupakan simbol dari bunga pandan (pudhak) satu ladang/kebun. Bunga pandan satu ladang yang jumlahnya sangat banyak yang menebarkan keharuman yang tiada habisnya bagi lingkungan disekitarnya. Meskipun berlimpah tapi tidak menganggu, karena justru keharumannya menyenangkan dan menenteramkan.

Daun-daun pandan tersusun secara harmonis melingkari batang pohonnya, terlihat selaras dan seimbang. Daun Pandan memberi warna dan aroma pada berbagai jenis makanan. Penamaan pudhak/pandan sebagai ricikan Keris merupakan manifestasi dari besarnya manfaat daun pandan bagi kehidupan Manusia.

Penggambaran pudhak pada sebilah Keris karena sarat dengan makna dan ajaran-ajaran hidup bagi Manusia. Dalam menjalani kehidupan, seseorang dapat mencapai keutamaan jika bisa bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.

Pudhak Sategal memberikan makna bahwa dalam kehidupan ini seyogyanya perbanyaklah berbuat kebaikan agar memiliki nama harum dan dikenang sepanjang masa.


Demikian sedikit informasi tentang filosofi ricikan Keris Pudhak Setegal yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Post a Comment for "Filosofi Ricikan Keris Pudhak Setegal"

UNTUK PEMESANAN BENDA PUSAKA: